Bermain, Berpikir, dan Terjebak: Ideologi yang Tersembunyi di Balik Video Game

5 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
3 Tips Membuat Rutinitas Harian yang Seimbang antara Belajar dan Bermain
Iklan

Artikel ini membahas mengenai bagaimana politik, ideologi, gerakan sosial, atau isu sosial bisa disampaikan lewat video game.

***

Video game hari ini bukan lagi sekadar pelarian dari kenyataan.
Ia telah menjadi ruang tempat ideologi, moralitas, dan realitas sosial berkelindan dalam bentuk interaktif. Di balik misi, dialog, dan keputusan karakter, tersimpan kritik terhadap dunia nyata — tentang kekuasaan, kemanusiaan, dan cara manusia memandang hidup.

Beberapa game menggambarkan hal ini dengan tajam.
Detroit: Become Human memperlihatkan perjuangan android mencari kebebasan, sebagai refleksi terhadap diskriminasi dan hak asasi.
This War of Mine menampilkan sisi perang dari mata warga sipil — menegaskan bahwa konflik tak pernah benar-benar punya pemenang.
Sementara The Operator, game dengan nuansa kelam dan misterius, menempatkan pemain dalam posisi seorang agen yang menjalankan perintah tanpa sepenuhnya memahami konteksnya. Dalam proses itu, muncul pertanyaan: di mana batas antara menjalankan tugas dan menjadi alat sistem? Game ini tidak memberi jawaban pasti, melainkan membiarkan pemain mengalaminya sendiri.

Itulah kekuatan game sebagai medium. Ia tidak menyuapi ideologi, tapi membuat pemain merasakan konsekuensi dari keputusan moralnya sendiri. Pengalaman bermain menjadi semacam eksperimen etis — bukan sekadar tentang siapa yang menang, tetapi siapa yang menjadi apa setelah permainan selesai.

Refleksi terhadap Nilai Indonesia: Bermain dengan Kesadaran

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan gotong royong, kita memiliki fondasi kuat untuk membaca game dengan kacamata nilai.
Game sering kali mengajak pemain menimbang ulang makna empati, keadilan, dan tanggung jawab — hal-hal yang juga melekat dalam falsafah Pancasila.

Game seperti Coffee Talk (Toge Productions, Indonesia) memperlihatkan kompleksitas hubungan antar makhluk dari latar urban Jakarta. Di sana, perbedaan bukan ancaman, tapi bahan refleksi.
Sementara A Space for the Unbound (Mojiken Studio) mengangkat persoalan kesehatan mental remaja, trauma, dan kekuatan untuk memaafkan — tema yang sangat kontekstual dengan realitas sosial di Indonesia yang sering menempatkan isu mental sebagai tabu.

Keduanya menunjukkan bahwa isu sosial tidak harus disampaikan dengan kekerasan atau konflik besar. Dalam ruang interaktif, obrolan sederhana bisa memantik perenungan mendalam tentang kemanusiaan.
Dari perspektif nilai Indonesia, pendekatan semacam ini justru selaras dengan prinsip gotong royong dan empati yang menjadi akar budaya kita.

Namun, tidak semua game berbicara dalam bahasa yang sama. Ada pula game yang menggambarkan kekerasan, ekstremisme, atau konflik politik secara mentah — bukan untuk mengkritik, tetapi untuk memprovokasi.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa video game kini berada di persimpangan antara seni, hiburan, dan politik nilai.

Verdict: Ketika Bermain Jadi Cermin

Dalam lanskap modern, video game telah menjadi ruang negosiasi nilai.
Pemain tidak hanya mengonsumsi cerita, tetapi juga ikut menentukan arah moral di dalamnya.
Bermain bukan lagi tindakan pasif, melainkan proses reflektif — di mana pilihan, rasa bersalah, dan rasa ingin tahu bercampur menjadi satu pengalaman emosional yang kompleks.

Sebagai bagian dari budaya global, gamer Indonesia berhadapan dengan beragam pandangan dan nilai yang dibawa oleh game-game asing. Dalam konteks ini, kesadaran menjadi penting.
Game seperti The Operator memperlihatkan bagaimana sistem bisa menelan manusia di dalamnya; sementara karya lokal seperti A Space for the Unbound menunjukkan bahwa empati dan keberanian menghadapi trauma adalah kekuatan yang justru paling manusiawi.

Pada akhirnya, cara seseorang bermain mencerminkan cara mereka memahami nilai.
Game tidak lagi hanya tentang menang dan kalah — tetapi tentang bagaimana manusia bereaksi terhadap pilihan, kekuasaan, dan moralitas yang dihadirkan di layar.
Dalam diam, game menjadi cermin kecil tentang siapa kita, dan sejauh mana kita mampu berpikir kritis dalam dunia yang terus berubah.

Bagikan Artikel Ini
img-content
R. Ilham Ramizan Fahris

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler